Kata novel Autumn Sky karya Aiu Ahra yang aku baca...
"Suka itu adalah perasaan ingin memiliki"
Yukito-Hal. 190
"Sayang adalah perasaan ketika kita ingin menjaga apa yang kita miliki"
Yukito-Hal.190
"Lalu, cinta. Perasaan ini mencakup rasa suka dan sayang. Ingin memiliki, ingin menjaga, tetapi juga ingin berkorban."
Yukito-Hal.190
Tapi kalo kata aku...
Cinta
Duh dari judulnya aja yang mau dibahas disini berat banget ya? Ngga kok. Tenang aja. Aku juga bukan tipe orang yang puitis dan merangkai kata. Karena kosakata yang di otak ini masih minim.
Sebenarnya juga cinta itu...
Cinta itu apa sih? Bingung juga kan ya. Oke sekaramg bahas cintanya menurut pandangan diri sendiri sebagai penulis.
Menurut aku cinta itu ada tahapnya
Yang awalnya suka, suka disini pasti karena kelebihannya ya baik dari segi :
1. fisik (karena kita kebanyakan menilai orang itu pasti ngelihat dulu gimana orangnya kan? Tapi ga semuanya gitu), misalnya tampan dan cantik lah ya yang paling umum. Tapi itu relatif, kriteria tampan menurut aku bakal beda sama tampan menurut kamu. Kalo kamu bilang Ariel NOAH itu tampan bagi aku Ben Joshua atau Herjunot Ali lebih tampan mwahaha (abaikan)
2. personality (kepribadian) kenapa? Karena disinilah kebanyakan lawan jenis itu bisa membuat kita masuk ke zona nyaman mereka. Nah kadang ada yang salah, menganggap rasa nyaman terhadap seseorang itu sebagai rasa cinta. Padahal itu bukan loh (kalo menurut aku. Soalnya juga pernah ngalamin ini sih hahaha terus akhirnya sadar. Karena ya tadi, akunya salah persepsi)
Misalnya gini :
Ada temen yang perhatian, easy going, dan bikin kita tuh ngerasa aman dan nyaman. Dan rasa itu bikin kita bisa jadi salah persepsi loh dan menimbulkan rasa keGRan. Terus akhirnya kita nuntut buat kejelasan kan. "Sebenarnya apa sih hubungan kita selama ini? Kok kamu baik banget sama aku."
"Apa? Hubungan? Orang kita cuma temanan. Emang salah teman perhatian?"
Tuh kan...
Inilah bedanya cewe sama cowo
Rata2 cewe itu kebanyakan pake hati, perasaan. Karena dia suatu saat nanti bakal menjadi seorang ibu.
Dan rata2 cowo itu kebanyakan main logika dan ego mereka.
Terus nebak yang mana cowo buaya darat dan emang pure mereka care tuh susah. Soalnya ada temen juga yang tampang inosen alias watados, konyol, dan untungnya bukan tipe aku yah, taunya dia PLAYER. Pokoknya gak nyangka banget asli! Kasian temen aku yang jadi korbannya. Tapi ada juga yang ketebak dia cowo "gimana-gimana" alias tebar pesona dari banyaknya aktivitas dia di sosmed. Kaya twitter, fb, ask.fm dll yang mengarah ke umum (mantan kepoers ya gini) tapi gatau sih kalo yang private kaya whatsapp, bbm, yang bisa chatting gitu. Isi hape orang siapa yang tahu? Udah ah. Skip!
3) agama
Duh yang ini seharusnya yang diutamain ya tapi gimana lagi? Kebanyakan suka itu mengesampingkan segi agama. Padahal ini yang lebih baik daripada yang lain. Soalnya dari segi agama bikin kita kemotivasi jadi lebih baik gitu. Ya meskipun jadi niatnya salah ya. Bukan karena Allah tapi karena gebetan (?) No no no! Its a big wrong!
Dan menurut aku, suka ini lebih egois. Soalnya cuma ngelihat dari sisi lebihnya dan menuntut kearah perfect. Dan ketika ada cela-nya sedikit jadi ilfil & ga bisa nerima kekurangannya. Lalu rasa ingin memilikinya lebih kuat.
Daaaan...
Sayang. Kalau sayang ini menurut aku perasaan untuk menjaga apa yang kita punya. Biasanya sayang itu berawal dari empati dan simpati terutama kekurangannya. Contohnya sama sayang sama sahabat dan keluarga kita, kalo ada kekurangannya ya kita maklum gitu dan kalo kita udah sayang itu menerima kekurangannya itu sangat besar.
Karena kalo aku sendiri, semarah-marahnya aku sama sahabat sendiri. Walaupun pas diingat sewaktu-waktu emang bikin nyesek ya masih ada perasaan buat maafin. aku butuh mereka, takut kehilangan mereka.
Oh ya, bisa bedain kan antara:
1) aku sayang kamu karena aku butuh kamu
Jadi logikanya kalo gak sayang lagi ya tetap butuh. Kasarnya ya sayang kalo ada maunya atau butuhnya.
2) aku butuh kamu karena aku sayang kamu
Nah aku pilih no. 2
Walaupun kita butuh dan ga butuh dia, kita tetap sayang dia.
Last but not least...
cinta
Nah kalo cinta ini lebih kompleks ya. Gabungan dari suka sama sayang. Kalo diibaratkan itu gak cuma baca syahadatnya doang masuk Islam, tapi ya ada wujudnya juga. Yaitu pembuktian.
Dan yang terpenting menurut aku kalo cinta adalah menerima kekurangannya. Ya mau hobinya dia kentut, sendawa sembarangan (kaya ketua angkatan aku yang gak pernah jaim. Akibatnya, karena sering kerja kelompok dan praktikum bareng dia hobi kentutnya nular ke aku. Cuma aku lebih elegan (?) Gak sembarang tempat. Cuma di tempat tertentu kaya kosan. Tapi waktu pajama party sama gengs, intensitas kentutnya meningkat hahaha. Akibat masuk angin. Jadi bas bis bus aja. Untung gak bau hahaha. Ilfil ya? Yaudah. Aku cuma jadi aku sendiri aja.
Pengorbanan. Cinta ya harus berkorban. Kan pembuktian. Ya tapi masih berlandaskan LOGIKA ya. Cinta boleh tapi pake mikir. Mentang cinta jangan jadi murahan.
"Cinta itu tidak perlu memiliki."
Nah aku suka banget kata-kata Jihad. Dia macam ustad nyasar. Harusnya dia masuk ke Pend. Agama Islam aja. Makanya aku bilang nyasar.
Kalo cinta ya tadi, balik ke awal. Setelah diucapin ke orang yang bersangkutan trus kasih bukti wujud cintanya gimana. Bahagiain dia, terima apa adanya dia, lewat perbuatan atau tindakan.
Kasarnya, jangan cuma ngomong doang!
Rekomendasi love story yang recomended banget!
Googling aja dengan keyword:
"Mencintai Sejantan 'Ali"
Mungkin bisa jadi pencerahan buat kaum adam dan hawa
Tapi yasudahlah aku kasih ceritanya aja nih :
Kisah ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A.Fillah
chapter aslinya berjudul “Mencintai sejantan ‘Ali”
Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.
Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan!
‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.
”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.
Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.
Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.
Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.
”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.
Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.
Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.
’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.
’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha.
Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan.
Itulah keberanian.
Atau mempersilakan.
Yang ini pengorbanan.
Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak.
Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.
Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?
”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ”
”Aku?”, tanyanya tak yakin.
”Ya. Engkau wahai saudaraku!”
”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”
”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”
’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.
”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.
Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.
”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”
”Entahlah..”
”Apa maksudmu?”
”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”
”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,
”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !”
Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.
Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.
’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.
Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ”
‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau menikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”
Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”
Kemudian Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”
Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:
“Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.” (kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab4).
Sumber : http://superzupper.tumblr.com/post/13676374550/mencintai-sejantan-ali-bin-abi-thalib-kisah-cinta-ali
Quote yang paling aku suka dari cerita itu:
"Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilahkan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan."
"Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan.
Itulah keberanian.
Atau mempersilakan.
Yang ini pengorbanan."
Jadi, cinta itu ga pake nunggu, sob! Kamu punya pilihan :
1) ambil kesempatan itu, atau ngebiarin yang lain mendahului
2) punya keberanian atau terpaksa kamu harus berkorban
Sayangnya aku mental tempe. Ga berani dan melepas kesemwpatan itu. #curcol
Dan anehnya kalo aku suka sama orang itu ga ada hasrat pengen memiliki. (Eits, mau bilang munafik ya?)
Serius deh asli. Cuma pengennya deket aja. Ya terserah dia mau nganggep aku apa. Asal bisa ngobrol, cerita, curhat dll. Itu aja udah bersyukur. Soalnya aku minder. Aku ya aku. Ga perfect secara fisik, dan personality. Tapi aku bersyukur, seengaknya sahabat aku bisa nyaman bisa bersahabat sama aku. Aku takut orang yang aku suka malah ilfil sama aku dan menjauh.
aku mencintaimu, biarlah, ini urusanku. bagaimana kamu kepadaku, terserah, itu urusanmu." -Pidi Baiq-
Udah nangkep? Udah dapet pencerahan? Apa nambah puyeng? You can ask me at twitter @auliaylsnov Mungkin sekian yah cuap cuap absurd gak banget bareng aku. Eaaak. Jangan menyesal sudah mampir ke blog ini dan membaca postingan-postingannya.
Assalamualaikum^^